Menuliskan mimpi

Kira-kira 5 tahun sebelum memutuskan pindah ke Jakarta, aku pernah menuliskan beberapa mimpiku yang inspirasi itu ku dapatkan dari seorang trainer yang memberikan sebuah materi dengan backsound yang masih teringat jelas "No Other" dari Suju.

Dari materi beliau, aku ingat beliau menuliskan mimpi-mimpi beliau yang kemudian satu persatu menjadi sebuah perjalanan nyata yang beliau raih. Dari situlah awal mula aku menuliskan mimpi-mimpiku yang sampai sekarang masih kulakukan. 

Maka di tahun 2018 merupakan tahun dimana titik balik dalam hidupku. Keputusan untuk hijrah dari Ambon ke Jakarta merupakan keputusan yang sebelumnya memang direncanakan, namun tanpa persiapan semaksimal mungkin. Belum genap 2 bulan, aku sudah kehabisan tabungan. Sehari-hari lebih memilih puasa dan jika tidak berpuasa, saya akan  makan nasi dan tempe goreng kadang-kadang juga telur dadar atau sayur murah meriah yang ada di warteg depan kontrakan. Kadang juga demi menghemat ongkos, aku membiasakan diri berjalan kaki dari dari stasiun terdekat ke tempat dimana lowongan kerja sedang di buka.

Awal datang ke Jakarta aku juga hidup menumpang dengan teman yang kuliah dan kerja di Jakarta. Namun beberapa hari setelahnya, temanku melangsungkan pernikahannya di Jakarta, hingga akhirnya aku memutuskan untuk tinggal dengan saudari-saudarinya yang sama sekali belum pernah ku temui sebelumnya. Berat memang, tapi ini adalah keputusan yang sudah aku rencanakan jauh-jauh hari yang sudah aku tuliskan dalam perencanaan strategis hidupku (halah :D) meski saat itu masih gamang, belum ada tanggal pasti kapankah aku akan memulai edisi baruku di kota besar Jakarta. Pastinya, aku hanya menuliskan itu dalam sederet mimpi-mimpiku. 

Ditengah-tengah aktivitas mencari pekerjaan yang ternyata sangat susah pada masa itu, dengan status yang bukan fresh graduate, IPK tidak seberapa, bahkan hanya mengandalkan sertifikat organisasi yang meski hampir 20-an sertifikat aktivitas yang dilakukan, namun ternyata tidak begitu terlalu membantuku. Minder? Iya. Skill gak punya. Kecewa? Apalagi. Mundur? Hampir. Alhamdulillah punya temen-temen yang menyemangati meski berada di belahan sisi yang lain, sungguh suatu hal yang patut di syukuri. Terima kasih ya, Semesta:)

Kembali lagi dalam perjalananku mencari pekerjaan, tibalah pada titik terendah dalam hidupku, sampai akhirnya secara tidak sadar lontaranku di sepertiga malam, dengan kalimat sedikit mengancam (astaghfirullah), aku sampaikan kepada Allaah, 'Ya Allah, jika dalam akhir September (saat itu sudah pertengahan September) aku belum mendapatkan pekerjaan, aku akan balik ke Ambon. Aku tak akan lagi ikut aktivitas-aktivitas keislaman. Titik

Sombong bener ya aku. Maafkan, ya Allaah :'(

Singkat cerita, beberapa hari kemudian ada salah satu teman yang menginfokan jika ada lowongan di salah satu lembaga kemanusiaan. Aku mencoba daftar meski gak sepenuh hati. Agak kecewa dan khawatir sebenarnya. Kecewa karena merasa apa yang selama ini dilakukan gak ada gunanya, merasakan bahwa mempunyai seabrek sertifikat organisasi sepertinya tak berarti apa-apa. Di sisi lainnya, merasa khawatir juga gak akan lolos wawancara ini, apalagi saingannya dari universitas ternama dan dengan sederet prestasi dari pelamar lainnya.

Beberapa hari setelah lamaran diajukan, aku diminta untuk mengisi psikotes. Lulus? Wallahu alam intinya ada beberapa orang yang diminta mengisi psikotes tersebut. Beberapa hari kemudian dipanggil di kantor untuk dilakukan wawancara. Pertama kali tiba apa coba yang dirasakan? Minder banget banget banget. Udah down duluan. Yang lolos banyak ternyata. Setelah wawancara aku langsung pulang. Udah ikhlas kalo gak lolos. Balik Ambon lah.

2 hari kemudian aku di panggil lagi. Tunggu, ini apa artinya? Aku lolos? Deg-degan, bener. Setiba disana seingat saya hanya tersisa 3 orang. Tiba-tiba entah bagaimana aku merasakan energi yang luar biasa setelah hari-hari sebelumnya setiap pulang ke kontrakan membawa berkas lamaran, kepalaku merasakan sakit yang luar biasa. 

Setelah aku di wawancarai oleh salah satu HRD dan calon atasanku, disitulah titik balik luar biasa dalam hidupku. Ditanyai oleh HRD-nya, 'Kak, besok apakah sudah bisa mulai kerja?' 

Deg. Segala hal flashback di dalam pikiranku. Aku merasa ada yang luruh dari dalam diriku. Pikiranku, tubuhku, air mataku, segala hal. Semuanya seolah-olah luruh yang kemudian kuingat lagi ancaman yang pernah kuucapkan. Dalam perjalanan pulang, aku menangis tersedu-sedu. Memohon maaf atas kelancanganku melontarkan kalimat tak pantas itu. Padahal jika ditelusuri lebih jauh, lebih dalam dan lebih matang semuanya akan kembali untukku.

Keesokan harinya, aku memulai pekerjaanku sebagai Staf Korespondensi di Lembaga kemanusiaan tersebut. Namun, belum seminggu aku bekerja, aku terkena cacar air. Maklum, aku belum bisa beradaptasi dengan dunia Jakarta yang hawa-nya setiap pulang membuat kepala pening dan langsung tertidur saking capeknya. Aku yang terbiasa tinggal di Ambon, makan ikan setiap hari, Dikit-dikit ya liat laut yang bisa ditempuh dengan jalan kaki, tiap hari mandi di sungai yang langsung dari mata air dan ketika bertemu dengan hawa jakarta seperti Naruto yang kehilangan kekuatan rasenggan. Lemes bangeeet.

Luar biasa, perjalanan itu maish membekas sampai sekarang. Di posisi saya saat ini, mendapat banyak pengalaman, bertemu banyak orang-orang hebat, mempunyai kesempatan belajar, membuat saya yakin bahwa ada kekuatan besar dari doa sekecil apapun kita panjatkan. Kita hanya perlu memberikan afirmasi dalam diri kita bahwa, doa tersebut pasti akan Allah kabulkan. Entah cepat ataupun lambat. Allah pasti akan memperkenankan setiap doa yang dipanjatkan untukNya (Q.S Al Mu'min: 60)

Dibalik semua hal yang pernah kulalui, satu hal juga yang dapat dipetik bahwa mimpi-mimpi kita, selain kita tuliskan, sampaikanlah kepada Allaah melalui lisan, se-spesifik mungkin namun tetap dengan adab yang baik. Aku tuliskan ingin ke Jakarta, namun tidak kujelaskan apa yang ingin ku kejar, intinya dapat kerja. Maka itulah yang kudapatkan.

Hukum ketertarikan akan memberikan respons apa pun yang kita pancarkan dengan mendatangkan getaran (pikiran dan perasaan) yang lebih banyak, tak peduli getaran itu positif atau negatif. Hukum itu semata-mata hanya merespons getaran kita. Sederhananya, "saat kita memikirkan sesuatu, "hukum itu berbunyi, "kita sedang menarik sesuatu itu ke arah diri kita." (QLoA - Meraih asa dengan energi Kalam Ilahi by Rusdin S Rauf) 

Komentar

Postingan Populer